SERUAN “MIMPI” RESOLUSI HARI KEADILAN SOSIAL SEDUNIA
Oleh : Aris Ali Ridho
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan & Aktivis PMII Unila.
Pada November 2007 PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi yang menetapkan hari Internasional baru, yaitu Hari Keadilan Sosial Sedunia, yang jatuh pada tanggal 20 Febuari. Ya, memang harus diakui hari penting Internasional ini banyak masyarakat
Perekonomian dunia secara global saat ini adalah sebuah tatanan ekonomi neoliberal yang disangga oleh lembaga-lembaga transnasional, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Bank Dunia (Word Bank), Dana Moneter Internasional (IMF), dan bank-bank regional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB). Lembaga-lembaga ini memiliki akses yang luas untuk berhubungan langsung dengan perekonomian negara-negara di dunia sehingga dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi di negara-negara yang dituju.
Krisis finansial global yang terjadi tahun lalu, hendaknya dijadikan bahan pembelajaran dan evaluasi, serta harus menjadi titik tolak untuk merombak tatanan ekonomi global. Fakta telah berbicara bahwa perekonomian dunia mulai mengalami disekuilibrium yang sangat tinggi. Bermula dari krisis di Amerika yang menyebar hingga keseluruh dunia. Banyak negara yang terikat dengan sistem ekonomi Amerika yang sekarang menjadi pusat perhatian negara-negara lain, sehingga negara-negara pengikut yang tidak mampu menciptakan perekonomian di negara sendiri, maka mereka akan kewalahan menghadapi globalisasi ekonomi. Terbukti seperti negara-negara dunia ketiga yang memicu sistem ekonomi dari Amerika, sekarang mangalami banyak permasalahan ekonomi yang hanya berhenti ketika perekonomian Amerika kembali stabil
.
Sistem perekonomian dunia memang sudah diarahkan kepada sistem ekonomi neoliberal yang dibalut indah dengan globalisasi. Jadi memang tidak semudah itu untuk merombak tatanan ekonomi global saat ini. Mengutip pernyataan dari mantan presiden Soeharto, “Siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, kita masuk proses globalisasi”. Diawal tahun 2010, tepat memasuki detik pertama tahun 2010, kesepakatan ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement) resmi berlaku. ACFTA adalah sebuah produk kesepakatan untuk pasar bebas ditingkatan regional ASEAN yang ditambah
Dalam ACFTA, negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan China, bebas untuk melakukan ekspor-impor ke Negara-negara tersebut dengan sedikit hambatan, bahkan dengan kouta dan bea tarif sampai dengan 0 %. Hal ini mengakibatkan membajirnya produk-produk luar yang bersaing dengan produk dalam negeri, terlebih di
Saat ini
Lantas bila begitu, sistem perekonomian dunia dengan sistem ekonomi neoliberal dengan penyangga-penyangganya yang saat ini berkembang, telah menciptakan tata dunia yang tidak adil, keuntungan-keuntungan akan diserap oleh negara-negara maju, sementara hal itu memunculkan ketidakadilan kompetisi dalam pasar bebas, dan terjadi pembunuhan masal dalam bentuk yang canggih terhadap penduduk dari negara-negara miskin.
Dengan begitu, kuatnya negara-negara maju dan juga badan-badan dunia seprti WTO, IMF, dan Bank Dunia membuat tatanan ekonomi global yang menguntungkan dua kelompok besar saja, yaitu perusahan-perusahaan transnasional dan negara-negara maju. Sebaliknya, resiko buruk dialami oleh negara-negara berkembang dan miskin, seperti
Panjangnya barisan kemiskinan, meningkatnya pengangguran, semakin beratnya beban hutang luar negeri yang harus ditanggung, masifikasi, undimendionalisasi, degradasi kualitas lingkungan hidup secara terus menerus, proses dehumanisasi tersamar yang nyaris tak terkontrol, dan lain-lain, adalah sebuah masalah klasik yang banyak terjadi di negara-negara berkembang. Kemiskinan tak semata-mata soal kebudayaan, tapi juga meliputi kegagalan institusionalisasi politik dan pembangunan struktur ekonomi. Bila pembangunan hanya diarahkan pada tingginya pertumbuhan—dengan mengesampingkan faktor penting pemerataan, maka menjadi kemestian sejarah bila kesenjangan menjadi ciri yang menyertai formasi sosial. Dalam jangka panjang berakibat pada pembusukan dan diintegrasi sosial yang parah.
Di Indonesia sendiri, keadilan sosial jelas-jelas termaktup dalam rumusan Pancasila sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Ketidakadilan ekonomi saat ini memang merupakan problem umiversal yang dihadapi oleh semua sistem kontemporer. Dalam hampir semua bagian dunia, dan dalam seluruh wilayah sejarah, sistem-sistem ekonomi yang dilandaskan pada ketamakan telah mengalami kebuntuan dalam melahirkan keadilan. Sistem-sistem semacam itu biasanya berakar pada ekstrem-ekstrem ideologis yang kurang berhasil mengantarkan kondisi ekonomi yang lebih baik bagi seluruh partisipan. Pada skala global, banyak orang menolak Kapitalisme tanpa regulasi dan Sosialisme ekstrem, serta Neoliberalisme yang telah berjasa melahirkan kemiskinan dan pemiskinan struktural dalam jumlah masif. Bila seandainya diharuskan memilih di antara keduanya, tentu tidak ada satupun yang layak untuk dipilih, karena yang terbaik adalah, keadilan sosial dan kebebasan harus diselenggarakan seiring dan sejalan. Dalam kaitan itulah, jika seandainya keadilan hendak ditegakkan di bumi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar