Selasa, 17 November 2009

OPINI

Tentang Koalisi Parlemen 2009-2014

Oleh : Aris Ali Ridho
Ketua I PMII Komisariat Brojonegoro dan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unila.

Sistem parlementer memang pernah gagal dipraktikan dalam sejarah Indonesia pada masa lalu, ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet dan karena itu membuatnya kurang populer dimata masyarakat, realitas kompleksitas keragaman kehidupan bangsa Indonesia justru membutuhkan sistem pemerintahan yang kuat dan stabil seperti sistem presidensil tersebut. Konsentrasi kekuasaan yang berada pada Presiden sebagai Kepala negara dan Kepala Pemerintahan, yang dimana para menteri adalah pembantu tugas presiden yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden. Indonesia memang tidak menganut secara murni sistem presidensil, meskipun amandemen UUD telah menguatkannya, kebanyakan pengamat politik menyebutnya dengan sistem quasi presidensial, karena dalam beberapa hal, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.
Sejatinya koalisi parlemen seharusnya memang terjadi dalam sistem parlemanter, namun realitas politik lah yang menghajatkan itu. Koalisi parlemen di Indonesia terjadi karena dalam rangka membentuk kabinet yang akan dilakukan oleh presiden dengan pembagian jatah menteri kepada partai-partai pendukungnya atau kepada partai-partai besar untuk dirangkul masuk kedalam pemerintahan. Hal ini menimbulkan fraksi-fraksi yang ada di DPR akan ikut mendukung presiden dalam parlemen, kerena partai-partainya masuk dalam partai pemerintah. Dengan demikian koalisi adalah rekayasa institusional untuk mengurangi distorsi kombinasi presidensial dan multipartai di satu pihak, dan dalam rangka efektivitas mengokohkan sistem presidensialisme di pihak lain (Syamsudin Haris, 2008).
Fungsi parlemen (uni kameral ataupun bikameral) dalam sistem presidensial adalah menterjemahkan “Kontrak Sosial” (janji kampanye presiden terpilih kepada rakyat) menjadi undang-undang. Parlemen juga berfungsi selaku pengontrol kinerja Presiden. Kendati diusung partai, anggota parlemen lebih bersifat sebagai wakil rakyat ketimbang wakil partai. Tidak dikenal istilah partai oposisi.
Sebenarya bukan masalah partai koaliasi atau partai oposisi, dalam sistem pemilu 2009 wakil rakyat ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Artinya nomor urut partai tidak terlalu berpegaruh pada Pemilu 2009 kemarin, karena rakyat lebih memilih pada sosok figur yang akan menjadi wakil mereka di parlemen, jadi posisi wakil rakyat hasil pemilu 2009 disini adalah repsesentasi dari rakyat bukan partai. Sebagai wakil rakyat, sudah barang tentu segala sesuatu yang dikerjakan di parlemen adalah untuk rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok, partai, apalagi individu. Parlemen sebagai pemegang amanat demokratisasi dari rakyat, harus mampu menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
Koalisi partai yang digagas SBY memang sangat menarik, dan koalisi ini juga berimbas dengan koalisi di DPR. Koalisi di DPR memang bagus untuk diterapkan demi tercapainnya kestabilan pemerintahan. Namun apabila koalisi di DPR tersebut membuat para anggota DPR bungkam dan tidak berani mengawasi dan mengkritik kinerja pemerintah yang memang benar-benar tidak sesuai, sungguh naïf keberadaan DPR. Koalisi atau oposisi, sebaiknya fungsi pengawasan di DPR tetap berjalan tanpa adanya inervensi dari partai. Bukan karena masuk dalam partai pemerintah kemudian kebijakan yang salah didukung, dan karena oposisi kebijakan yang sudah tepat dan benar malah dikritik.
Kita semua tahu, bawasannya tugas atau fungsi utama parlemen atau DPR di Indonesia adalah Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan. Dari tiga fungsi tersebut, kali ini penulis ingin membahas tentang fungsi Pengawasan. Bila kita sedikit berbicara tentang sejararah dikenalkannya parlemen di Eropa, diawali dan dapat dikatakan terbentuk setelah terjadinya gelombang reformasi pasca revolusi yang menuntut pembatasan terhadap kekuasaan raja yang otoritarian, dzalim dan dirasakan sangat menindas kepentingan rakyat banyak. Revolusi di Prancis, di Inggris, dan di beberapa kerajaan lainnya di Eropa seperti Jerman, Belanda, dan sebagainnya, memperhatikan gejala yang sama, yaitu sebagai hasil perjuangan rakyat yang menentang kekuasaan para raja, maka dibentuklah mekanisme kelembagaan perwakilan rakyat yang disepakati dapat ikut aktif dalam mengawasi atau mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan rakyat banyak.
Sebenarnya fungsi legilasi itu hanyalah merupakan sebagian saja dari tugas pokok Parlemen Asal muasal terbentuknya parlemen dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah. Bahkan istilah parlemen itu berasal dari kata perancis ‘parle’ yang berarti ‘to speak’, berbicara, bukan ‘legislation’. Bahkan, meskipun secara formal fungsi legislasi itu ditentukan dalam konstitusi sebagai tugas pokok parlemen, tetapi dalam praktiknya justru fungsi legislasi itu tetap tidak efektif untuk menggambarkan adannya kesetaraan derajat antara pemerintah dan parlemen. Sebagai contoh di Indonesia, selama ini rancangan undang-undang (RUU) yang dibahas di DPR hampir 80% lebih justru berasal dari inisiatif pemerintah, bukan inisiatif DPR.
Jika kita lihat tentang parlemen di Indonesia, fungsi pengawasan kurang terasa. Peran chek and balances tidak akan tergambarkan dengan kurangnya fungsi pengawasan dalam DPR. Fraksi-fraksi yang ada di DPR selama ini mengikuti arah perintah dari Partai, sehingga peran anggota DPR lebih banyak dikendalikan oleh Partai. Apalagi tentang koalisi, Fraksi-fraksi di DPR ikut hanyut terbawa dan lebih manut dengan partainya dari pada dengan kontistuennya. Seakan-akan fungsi pengawasan hanya berlaku bagi partai oposisi, bukan partai yang masuk dalam koalisi pemerintah. Bila begitu DPR sama pada masa Orde Baru, parlemen tak ubahnya stempel karet bagi kebijakan pemerintah. Dahulu, DPR hanya mengesahkan saja usulan kebijakan. Tanpa kritik, dan bahkan biasanya tanpa mengalami perubahan apapun. Saat itu, walaupun DPR memliki peran legislasi, pengawasan, dan anggaran, dalam pelakasanannya tidak bisa berjalan. Arah kebijakan DPR saat itu, bukanlah ditentukan dalam ruang sidang di Senayan, tetapi tergantung arah angin yang ditiupkan dari istana kepresidenan.

Angin perubahan politik juga membawa arah baru dalam kaitannya dengan posisi parlemen, dari executife heavy menjadi legislave heavy. Kondisi ini memungkinkan menguatnya kekuatan politik parlemen untuk memonitor dan meminta pertanggungjawaban dari pemerintah. Bilamana sebelumnya, sidang baik di DPR ataupun di MPR sangat adem ayem dan tanpa gejolak dan dinamika yang berarti, wajah yang sama sekali berbeda menghiasi aktivitas di lembaga perwakilan rakyat setelah rezim berganti.

Sayangnya, perubahan ini tidak selamanya menunjukkan setelah meningkatnya kualitas kehidupan berdemokrasi di lembaga perwakilan rakyat. Perubahan politik ternyata tidak secara otomatis menjadikan kualitas dan performa lembaga perwakilan rakyat juga membaik.

Bila menurut konsep lembaga perwakilan, salah satu pertanyaan dasarnya adalah siapakah yang diwakili dan diperjuangkan kepentingannya oleh para anggota parlemen?. Ternyata, anggota DPR lebih sibuk mengurusi kepentingan politik jangka pendek daripada mengurusi urusan dan kepentingan bangsa. Mereka antara lain disibukkan dengan maneuver politik baik di dalam maupun di luar gedung parlemen, ketimbang mengurusi masalah mendasar rakyat seperti kemiskinan. Fungsi-fungsi pengawasan DPR seringkali dipotong melalui proses-proses politik nonformal di luar gedung parlemen. Usulan mengenai interpelasi dan hak angket banyak yang menguap di hotel berbintang atau tempat-tempat lain di luar senayan.

Dalam kondisi seperti inilah, harapan rakyat yang ditumpukan kepada wakilnya di DPR banyak yang tidak kesampaian. Inilah problem serius bagi demokrasi perwakilan di Indonesia yang sangat minim keterwakilan. Tentu saja, kritik kepada lembaga perwakilan tidak bisa diartikan sebagai pandangan yang menisbihkan peran lembaga perwakilan rakyat yang kredibel tak akan mungkin di tunda, kecuali harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Apatisnya rakyat Indonesia. Tentu tidak ada yang berharap bahwa situasi inilah yang justru akan menjadi potret dari kehidupan politik Indonesia, sekarang dan masa yang akan datang. Mudah-mudahan, wakil-wakil rakyat yang baru dilantik beberapa waktu yang lalu dapat menjalankan fungsinya dengan baik, khususnya melakukan pengawasan terhadap pemerintahan SBY-Boediono lima tahun kedepan.

Read more...
PENINDASAN OLEH SISTEM KAPITALISME*

Oleh : Aris Ali Ridho
Ketua I PMII Brojonegoro dan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unila.


Mugkin kita sering mendengar kata kapitalisme, atau isme-isme yag lain. Tapi walaupun mungkin kita sering mendegar kata-kata itu, sudahkah kita mengetahui atau mengerti tentang kapitalisme itu sediri???. Sudah saatya masyarakat harus tau tentang kejamnya kapitalisme yang mugkin selama ini tanpa kita sadari kita adalah bagian korban dari sistem kapitalisme. Kapitalisme berasal dari kata ”Capital” yang artinya adalah modal, kemudian “isme” yang artinya adalah paham. Jadi dari kata tersebut, kapitalisme dapat diartikan paham tentang modal. Namun disini kita tidak dapat megartikan kapitalisme sesimple begitu saja, karena itu disini kita harus memahami tentang teori-teori dan sejarah dari kapitalisme.

Kapitalisme adalah suatu mode of production yang didasari oleh produksi komoditas yang sistematik. Terkaitan dengan produksi dibawah pegaruh modal – produksi, baik untuk dipertukarkan dan untuk keuntugan, berdasar pada eksploitasi kerja. Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang didasarkan atas kepemilikan pribadi (yaitu penguasaan alat-alat produksi seperti industri dan sumber daya alam atau modal) yang kemudian akan mempunyai hubungan-hubungan produksi dan melibatkan kelas tak bermilik untuk dijadikan sebagai pekerja untuk megembangkan modalnya.

Kapitalisme lahir setelah revolusi industri, yaitu penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769, yang kemudian mucul pabrik-pabrik produksi dihampir seluruh bagian Eropa. Dan lahirya kapitalisme tidak lepas dari pemikir-pemikir ekonomi klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Adam Smith adalah tokoh ekonom klasik yang menyerang merkantilisme yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Ia menyerang para psiokrat yang menganggap tanah adalah sesuatu yang paling penting dalam pola produksi. Gerakan produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money, modal-komoditas-uang), yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya.

Kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional, di mana pasar berada dan bagaimana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka.

David Ricardo, memberikan teori ekonomi yang berupa “Teori Keunggulan Komparatif”. Teori ini memberikan justifikasi yang benar-benar digunakan oleh setiap ekonom untuk mendukung perdagangan bebas, bagaimana pendapatan nasional didistribusikan diantara upah, laba, dan sewa. Menurut Ricardo bahwa perdagangan tergantung pada keunggulan komparatifnya, atau efisiensi relatif ketimbang keunggulan absoulute seperti yang dikatakan oleh Smith, tetapi bagi Ricardo yang terpenting adalah memperdagangkan barang produksi yang lebih cepat proses produksinya lebih cepat proses produksinya dan maksimal secara kuantitasnya. Selain itu menurut Ricardo bahwa upah kerja tergantung dari kebutuhan hidup minimumnya agar pekerja atau buruh bisa tetap bertahan hidup saja dan selalu mengabdikan tenaganya untuk menghasilkan barang produksi. Ia berpendapat bahwa upah yang diberikan tergantung pada lingkungan para pekerja tinggal, ketika standar umum dalam lingkungannya meningkat maka upahnya akan dinaikan sedikit, berbeda dengan Smith yang mendasarkan upah pada kebutuhan fisik minimum seorang buruh. Menurut Ricardo juga bahwa seorang kapitalis harus mengambil keuntungan yang banyak setelah memberikan upah minimum bagi buruh.

Kapitalisme adalah suatu paham yang menghargai kebebasan individu berjalan sepenuhnya tanpa campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi. Yang menjadi penentu utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar bukan pemerintah. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

Paham kapitalisme saat ini sudah menguasai hampir diseluruh bagian dunia, termasuk di Indonesia. Paham ini di Indonesia sendiri masuk bersama paham liberal yang dibawa oleh arus globalisasi. Sebenarnya paham ini sudah ada di Indonesia sejak tahun 80-an, namun momentumnya pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada pertengahan 1987, menyusul kemerosotan nilai rupiah. Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang. Itulah awal mulanya dan yang menyebabkan hampir semua sektor di negara kita di liberalkan, termasuk kepada para investor asing yang pada saat ini menguasai perekonomian negara. Mulai dari SDA sampai kepada perusahaan-perusahaan pemerintah di Indonesia yang seharusnya dapat menopang perekonomian nasional untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, saat ini telah berubah menjadi komersial dengan mencari untung yang sebesar-besarnya karena dikuasai dan menjadi alat untuk melipatgandakan modal demi kesejahteraan asing.

Paham / sistem kapitalis mempunyai sifat dan watak sebagai berikut:

a). Eksploitasi.
Dalam sistem kapitalis untuk dapat menciptakan laba yang sebesar-besarnya mereka akan memanfaatkan tenaga karyawannya/buruh untuk menghasilkan sebuah barang produksi yang bernilai tinggi. Namun semua itu tidak sesuai dalam pemberian upah pada buruh yang sangat rendah, padahal buruhlah yang menghasilkan barang produksi yang bernilai tinggi. Selain itu kaum kapitalis menggunakan sistem kerja kontrak yang harus disepakati oleh buruh. Misalnya pada suatu perusahaan, seorang buruh harus bekerja selama 8 jam dengan menghasilkan 4 buah barang produksi. Namun pada kenyataanya seorang buruh dapat menghasilkan 4 buah barang produksi hanya dengan 4 jam bekerja dan seharusnya sudah dapat berhenti bekerja, karena buruh sudah terikat kontrak kerja selama 8 jam, maka dia harus bekerja kembali untuk menciptakan barang produksi lagi. Dari sisa waktu kerja tersebut buruh menghasilkan 4 buah barang produksi lagi, tapi itu tidak dihitung oleh majikannya karena yang dihitung oleh majikannya hanya 4, walaupun kenyataanya buruh menyelesaikan 8 buah. Itulah yang disebut sebagai nilai lebih ( surplus value ) yang dicuri majikannya yang dikemukakan oleh Karl Marx. Bukan hanya buruh, SDA yang menurut kaum kapitalis adalah produktif untuk dapat menciptakan laba yang sebesar-besarnya pun ikut di eksploitasi. Karena keserakahan dari kaum kapitalis pada eksploitasi yang melampau batas terhadap alam dan sesama manusia, yang pada gilirannya masing-masing menimbulkan krisis ekonologis dan dehumanisasi. Habermas (1988) menyebutkan kapitalisme lanjut menimbulkan ketidakseimbangan ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan sistem personaliti), dan ketidakseimbangan internasional.

b). Akumulasi.
Pada dasarnya kaum kapitalis adalah manusia yang serakah, dimana tidak akan pernah puas pada apa didapatnya saat ini, mereka berusaha untuk mendapatkan yang lebih dari hari ini, begitu pula seterusnya. Mereka terus mengumpulkan untung yang didapatnya dan berusaha terus berusaha mendapatkan untung yang lebih besar lagi. Untuk menambah untung yang mereka punya, modal-modal yang sudah mereka kumpulkan saat ini mereka investaskan kembali dengan harapan dapat melipatgandakan dan penumpukan modalnya lebih besar lagi. Akumulasi kapital di tangan kaum kapitalis memungkinkannya tercapainya pertumbuhan yang tinggi. Akan tetapi pembangunan dalam sistem kapitalisme sangat bias terhadap pemilik modal. Sehingga dari segi sosiologi akumulasi kapital ternyata telah menciptakan kepincangan ekonomi atau gap yang tinggi dan stratifikas atau penciptaan kela-kelas ditingkatan masyarakat yaitu kelas kaya atau para pemilik modal (borjuis) dan kelas tidak berpunya (proletar), yang nantinya menghasilkan sumber konflik antar kelas. Para pemilik modal yang banyak memiliki alat-alat produksi sangat memungkinkan untuk memperoleh laba yang besar dengan memberikan buruh dengan upah besi atau natural wages yaitu sekedar untuk bertahan hidup. Akumulasi akan semakin berhasil jika para kapitalis bisa menindas kaum buruh sekeras-kerasnya.

c). Ekspansi.
Setelah barang produksi yang dihasilkan oleh buruh, kaum kapitais berusaha mencari pasar produksi. Demi keuntungan yang sebesar-besarnya, kaum kapitalis menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pasar produksi mereka. Cara-cara itu dapat dilakukan dengan membuka pasar lokal, nasional maupun internasional dengan cara ekspor besar-besaran ke negara-negara lain, apabila cara itu tidak berhasil perang pun dapat dilakukannya. Selain untuk memasarkan produksinya, ekspansi juga dilakukan untuk mencari bahan-bahan baku. Biasanya untuk membuka pasar internasional korbannya adalah negara-negara berkembang.

Dari penjelasan tersebut apakah kita harus diam melihat seoarang Ibu menangis yang kehilangan keluarga mereka, anak yang mengeluarkan air mata karena kehilangan Ibu dan ayahnya atau rakyat sipil yang mati terbunuh yang tidak tahu apa-apa akibat dari perang yang hanya untuk memenuhi ambisi atau kepentingan segelintir orang ?. Apakah kita harus membiarkan buruh baik laki-laki ataupun perempuan dan bahkan anak-anak dihisap, ditindas, di PHK ?. Apakah kita harus diam melihat penggusuran rumah penduduk dan penggusuran tanah petani dengan alasan tempat pembangunan pabrik, tata ruang kota dll. Yang sebenarnya untuk kepentingan para kapitalis ?. Apakah kita harus diam melihat masyarakat yang menderita bahkan cacat akibat pembuangan limbah Industri yang tidak bertanggungjawab, lingkungan yang rusak akibat penebangan hutan secara liar dan lain sebagainya yang ternyata membuat penderitaan yang tiada akhir terhadap mereka yang hari ini dibodohi ?. Apakah kita harus diam melihat penindasan ini? Jawabannya tentu tidak. Bangkitlah wahai kawanku mari kita bersama bergerak untuk merebut demokrasi sejati, rakyat pasti menang. Lawan segala bentuk penindasan yang berkecongkol di negeri kita !!!. Nasionalisasi seluruh aset-aset negara dan segala bentuk yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk digunakan demi kesejahteraan rakyat yang saat ini dikuasai oleh kaum kapitalis asing. Hidup rakyat !!!.

KETIKA KEADILAN
JAUH DARI HARAPAN
KETIKA KESEWENANG-WENANGAN
MENJADI KENYATAAN
KETIKA YANG KUAT
MENINDAS YANG LEMAH
HANYA ADA SATU KATA KAWAN.
LAWAN…!!!

*) Pernah dimuat/dipublikasikan di Harian Umum Radar Lampung, Selasa 14 April 2009 di kolom Opini.
Read more...

Sabtu, 17 Oktober 2009

SEGENAP ANGGOTA DAN KADER PMII KOMISARIAT
BROJONEGRO UNIVERSITAS LAMPUNG MENGUCAPAKAN:

"SELAMAT DAN SUKSES'


ATAS TERPILIHNYA SAHABAT MUTAKIN (FP 07) KETUA KOMISARIAT PMII BROJONEGORO UNIVERSITAS LAMPUNG. MUDAHAN-MUDAHAN DAPAT MENJALANKAN TUGASNYA DAN MEMPERJUANGKAN PMII DI UNILA AGAR LEBIH BESAR. AMIEN........

ATAS NAMA ANGGOTA DAN KADER
PMII KOMISARIAT BROJONEGORO



ARIS ALI RIDHO

Read more...

Berita Terbaru

MUTAKIN PIMPIN KOMISARIAT BROJONEGORO

ASWAJA_POST(Minggu,18/10/09). PMII Komisariat Brojonegoro Universitas Lampung kemarin hari sabtu.17 Oktober 2009 menggelar Rapat Tahunan Komisariat (RTK) yang bertempat dikantor PW NU Lampung, dengan mengmbil tema "Merubah Paradigma Arus Gerakan PMII Komisariat Brojonegoro Dari Kemandirian Sektoral Menuju Kemandirian Kolektiv". RTK tersebut dihadiri oleh perwakilan-perwakilan Rayon, Undangan dari sahabat-sahabat pengurus Komisariat STKIP PGRI, dan UBL. Selain itu juga hadir Ketua Umum PMII Cabang Bandar Lampung, Mursaidin Al-Bantani yang membuka RTK dan juga menutup RTK. RTK yang dipimpin oleh pimpinan sidang Chandra Firmansyah dan Vici Wahyu Nugroho tersebut sempat berjalan alot ketika dalam pembahasan jadwal acara, tatib sidang, LPJ kepengurusan periode 2008-2009, dan Kriteria calon ketua Komisariat Brojonegoro, hanya dalam pembahasan darf rekomendasi saja yang tidak ada perdebatan. Kemudian dua calon yang ikut maju dalam perebutan kursi pimpinan ketua Komisariat tersebut adalah Arif dan Mutakin. Setelah mendengarkan visi dan misi kedua kadindat tersebut, pemilihan yang dilakukan dengan voting tersebut menentukan Mutakin sebagai ketua komisariat yang baru periode 2009-2010 dengan perolehan suara mutlak. Harapan dan saran dari ketua komisariat periode 2008-2009 Yudistama Perdana dan Ketua Umum PMII Cabang Bandar Lampung, Mursaidin Al-Bantani, yang disampaikan pada saat upacara penutupan RTK, Mutakin dapat terus memperjuangkan serta meneruskan cita-cita PMII khususnya di Unila dan Bandar Lampung, dan Indonesia pada Umumnya. Selamat dan Sukses untuk sahabat Mutakin, semoga dapat menjalankan amanah yang sudah siberikan.

Read more...